Kondisi Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) Penyebab Stunting pada Anak di Kota Bontang dan Samarinda, Kalimantan Timur
Oleh : Rifa Nur Azizah (Teknik Lingkungan 2018)
Masalah air bersih dan sanitasi
masih menjadi masalah serius di Indonesia. Meski saat ini pembangunan infrastruktur dan gaya hidup
di Indonesia terus meningkat, namun nyatanya masih ada sebagian masyarakat
Indonesia yang mengalami
kesulitan akses air bersih, diantaranya perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) masih
ditemukan di beberapa permukiman kumuh di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2017, Indonesia berada pada peringkat ketiga negara
dengan sanitasi terparah atau kurang memadai, tepat di dibawah India dan China.
Di Indonesia, masih ada sekitar 9% penduduk yang melakukan perilaku buang air
besar sembarangan. Pemerintah juga sebenarnya mempunyai target ke depan, yaitu
rumah tangga yang menempati kawasan pemukiman harus mendapatkan akses sanitasi
yang layak dan aman hingga 90% termasuk 20% dengan akses aman dan terpenuhinya
target 0% yang artinya tidak ada lagi perilaku buang air besar sembarangan yang
muncul di daerah tersebut serta membuka dan memenuhi akses 34,75% air minum
layak termasuk 30,35% akses perpipaan.
Perilaku buang air besar sembarangan
ini juga terjadi di salah satu provinsi di Indonesia yaitu Kalimantan Timur.
Walaupun Kalimantan Timur memiliki berbagai sumber daya alam seperti batu bara,
minyak bumi, gas, kayu jati, kelapa sawit, dan lainnya yang terus dimanfaatkan bahkan menjadi
sumber ekspor dan devisa Indonesia, namun dibalik kekayaan alamnya tidak semua orang hidup dengan cara yang
baik. Masih banyak masyarakat yang tidak mendapatkan air dengan kualitas yang
baik dan sistem sanitasi yang kurang memadai. Misalnya di Kota Samarinda yang
merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Timur. Masih ada sekitar 3% lebih atau
sekitar 24 ribu orang yang memanfaatkan sungai untuk aktivitas mandi, cuci, dan
kakus. Pasalnya, masih banyak masyarakat Samarinda yang tinggal di sepanjang
sungai dan tidak menyadari pentingnya sanitasi. Sedangkan di Kota Bontang,
masih terdapat 9 kelurahan yang belum mencapai 100% ketersediaan akses
sanitasi. Seperti, di Kelurahan
Selambai dan Bontang Kuala data statistiknya menunjukkan berada di tingkat tertinggi pada perilaku
buang air besar sembarangan khususnya di Kelurahan Selambai. Hal ini
dikarenakan Kelurahan Selambai merupakan daerah kumuh dan Kelurahan Bontang Kuala memiliki
masalah kerusakan Instalasi Pengolahan Air Limbah sehingga masyarakat disana
kembali melakukan buang air besar sembarangan.
Padahal seperti yang kita ketahui,
kebiasaan buang air besar sembarangan ini akan sangat berbahaya bagi masyarakat
sekitar. Air sungai digunakan untuk mandi, cuci, dan kakus oleh masyarakat. Air
sungai yang telah tercemar bakteri Escherichia
Coli (E. Coli) akibat buang air besar sembarangan
juga dimanfaatkan untuk mandi dan mencuci. Tidak tertutup kemungkinan bakteri
E. Coli sebagai agen akan masuk ke dalam tubuh manusia sebagai konsumen yang
merupakan inangnya. Hal ini tentunya dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
diare, kolera, bahkan stunting. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kaltim, sekitar 30,6% dari total
balita mengalami stunting dan hal ini terus meningkat setiap tahunnya (2017).
Kota Bontang merupakan kota di Kalimantan Timur yang memiliki kasus stunting
tertinggi yaitu 32,2%. pada tahun 2017 yang terus meningkat setiap tahunnya
yaitu 16,1% (2014), 21,5% (2015), 20,4% (2016), 32,4% (2017). Sedangkan di Kota
Samarinda sebesar 28,8% pada tahun 2017. berdasarkan data terbaru di tahun 2019
kasus stunting tertinggi terdapat di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Hal ini tentu saja perlu mendapatkan
perhatian yang lebih dikarenakan kasus stunting dapat mempengaruhi kualitas
dari sumber daya manusia yang ada dan kualitas hidup anak Indonesia tentunya.
Dimulai dalam hal kecerdasan, kemampuan bersaing di sekolah, imunitas, dan
produktivitas pertumbuhan seorang anak kedepannya. Bahkan akan semakin
menghambat pertumbuhan ekonomi, menambah tingkat kemiskinan, dan semakin
menimbulkan kesenjangan di dalam masyarakat.
0 komen: